Y.M. Bhikkhu Thanavaro Maha Thera, B.A., M.Ed.
– Ketua 1 SAGIN
– Kepala Vihara Sakyamuni Buddha – ITBC Cemara Asri
Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa.
Di dalam Tipitaka banyak keterangan mengenai faktor-faktor pencerahan sempurna ( bojjhanga ) yang dibabarkan oleh Sang Buddha pada kesempatan dan keadaan yang berbeda-beda.
Kata Bojjhanga adalah kata majemuk dari bodhi, yang berarti pencerahan, dan anga, yang berarti anggota tubuh atau faktor. Komentar cenderung menerjemahkan kata ini berdasarkan pada analogi jhananga, faktor-faktor jhana, menganggapnya berarti faktor-faktor yang mendukung pencerahan. Dalam Abhidhamma Pitaka, interpretasi ini menjadi begitu menonjol sehingga dalam naskah-naskah yang menerapkan metode Abhidhamma (kebalikan dari yang menerapkan metode Suttanta) bojjhanga digunakan hanya pada kondisi kesadaran lokuttara, yang berhubungan dengan jalan-jalan kebebasan, bukan pada kondisi bermanfaat dari kesadaran lokiya. Dalam Bojjhangasamyutta , faktor-faktor pencerahan memperoleh sebutan ini terutama karena faktor-faktor ini menuntun menuju pencerahan. Demikianlah faktor-faktor ini merupakan konstelasi faktor-faktor batin yang berfungsi sebagai penyebab dan kondisi untuk sampai pada pencerahan, pengetahuan kebebasan dan penglihatan. Faktor-faktor ini awalnya muncul berurutan, dengan tiap-tiap faktor bertindak sebagai kondisi bagi faktor berikutnya. Faktor-faktor ini muncul dalam praktik ke tiga faktor terakhir dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang dituntun oleh pandangan benar; tetapi faktor-faktor ini mewakili segmen sang jalan dalam rincian yang lebih halus.
Sebagai faktor pencerahan yang pertama adalah perhatian. Perhatian atau kesadaran mengingat merupakan alat yang paling manjur untuk menguasai diri dan siapa pun yang melatihnya menemukan jalan menuju kebebasan.
Pertama-tama seseorang memperhatikan dengan seksama pada objek meditasi, yang secara umum dipilih antara empat landasan objek perhatian (jasmani, perasaan, pikiran, fenomena): ini adalah faktor pencerahan perhatian (sati-sambojjhanga).
Ketika perhatian menjadi kokoh, seseorang belajar untuk melihat ciri-ciri objek dengan lebih jelas, dan juga dapat membedakan kondisi-kondisi batin yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat yang muncul dalam proses perenungan: faktor pencerahan penyelidikan atau menganalisa kondisi-kondisi (dhammavicaya-sambojjhanga). Ini memicu usahanya: faktor pencerahan kegigihan atau semangat (viriya-sambojjhanga). Dari kegigihan yang diarahkan pada usaha pemurnian pikiran maka kegembiraan timbul dan meningkat: faktor pencerahan kegembiraan (piti- sambojjhanga). Dengan menghalusnya kegembiaran maka jasmani dan pikiran menjadi tenang: faktor pencerahan ketenangan (passaddhi- sambojjhanga). Pikiran yang tenang mudah dipusatkan: faktor pencerahan konsentrasi (samadhi-sambojjhanga). Seseorang melihat secara tanpa membedakan dengan pikiran terkonsentrasi: faktor pencerahan keseimbangan (upekkha- sambojjhanga). Ketika tiap-tiap faktor muncul, faktor-faktor yang telah muncul tidak lenyap melainkan tetap di sana sebagai tambahan (walaupun kegembiraan mereda ketika konsentrasi menjadi lebih dalam). Demikianlah, pada tahap pengembangan faktor-faktor pencerahan dikatakan memungkinkan seorang bhikkhu meninggalkan keinginan dan menembus serta membuyarkan kumpulan keserakahan, kebencian, dan kebodohan yang belum ditembus sebelumnya. Dengan penembusan Dhamma maka bojjhanga menjadi milik yang tidak dapat dirampas, dan siswa mulia yang telah memilikinya telah “memperoleh sang jalan” (maggo patiladdho) yang tanpa gagal menuntun menuju kebebasan dari noda. Bahkan para Arahant sekalipun membangkitkan bojjhanga, bukan untuk suatu tujuan terselubung, melainkan hanya sebagai cara hidup dalam kediaman mulia saat ini. Ketujuh faktor pencerahan terbagi dalam dua kategori, yaitu: pengaktifan dan pengendalian. Kategori pertama muncul sebagai yang pertama kali, yang terdiri dari : pembedaan kondisi-kondisi, kegigihan atau semangat, dan kegembiraan. Kategori kedua muncul belakangan, terdiri dari: ketenangan, konsentrasi, dan keseimbangan. Faktor-faktor pengaktifan harus dilatih ketika pikiran menjadi lembam, bagaikan seseorang memberikan bahan bakar pada api kecil untuk mengobarkannya. Faktor-faktor pengendalian harus dilatih ketika pikiran bergairah, bagaikan seseorang memercikkan air dan rumput basah ke dalam api besar untuk meredupkannya. Perhatian tidak termasuk dalam kategori manapun, karena senantiasa berguna di mana saja, khususnya untuk memastikan bahwa faktor-faktor pengaktifan dan faktor-faktor pengendalian tetap seimbang.
Orang yang tekun dalam mencapai pencerahan atau penerangan seharusnya pertama-tama mengetahui dengan jelas rintangan-rintangan yang menutup jalan menuju pencerahan.
Lima rintangan batin (panca nivarana ): nafsu indria, itikad jahat , kemalasan dan kelambanan, kegelisahan dan kekhawatiran , serta keragu-raguan. Lima rintangan adalah penghalang utama bagi kemajuan meditatif baik dalam konsentrasi maupun pandangan terang. Di sini kelima rintangan disebut penghalang batin yang melemahkan kebijaksanaan, sedangkan faktor-faktor pencerahan adalah aset yang menuntun menuju pengetahuan dan kebebasan sejati. Rintangan-rintangan dapat diumpamakan sebagai cacatnya emas, parasit pada pepohonan di hutan, keruhnya air yang menghalangi pantulan wajah seseorang.
Rintangan-rintangan ini adalah pembuat kebutaan, penghancur kebijaksanaan, pengalih dari jalan menuju Nibbana. Sedangkan faktor-faktor pencerahan adalah pembuat penglihatan dan pengetahuan, pengembang kebijaksanaan, dan bantuan di sepanjang jalan menuju Nibbana.
Agama Buddha diperuntukkan bagi mereka yang sungguh-sungguh tekun, kuat dan kokoh dalam mencapai tujuan dan bukan untuk mereka yang malas.
Sang Buddha tidak menyatakan diri-Nya sebagai juru selamat yang bersedia dan dapat mengambil tanggungjawab atas kejahatan umat manusia. Sebaliknya, beliau menyatakan bahwa setiap orang harus memikul tanggung jawab atas perbuatan jahatnya masing-masing. Setiap individu harus melakukan sendiri usaha yang diperlukan dan memperjuangkan pembebasannya sendiri dengan penuh perhatian. Seorang pengikut Buddha dalam keadaan apapun juga hendaknya tidak melepaskan harapan dan usaha, karena Sang Buddha adalah orang yang tidak pernah kehilangan tekad dan tidak pernah menghentikan usaha-Nya bahkan sejak sebagai seorang Bodhisatva. Orang yang sadar dan mengembangkan penyelidikan dengan cermat seharusnya kemudian berusaha untuk berjuang secara gigih dan penuh semangat.
Oleh karenanya ketujuh faktor-faktor pencerahan ini sangatlah penting dalam mencapai tujuan tertinggi dari praktik, yaitu pencapaian Nibbana.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.